Jakarta (1/3) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan bangun 7 unit model percontohan maggot skala industri. “Maggot berpeluang cukup besar untuk dijadikan sebagai bahan baku alternatif pakan berprotein tinggi bagi pertumbuhan ikan”, jelas Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB), Slamet Soebjakto, di Jakarta, (28/2).
Slamet menuturkan, maggot mempunyai peluang sebagai bahan baku alternatif pakan ikan yang dapat mengurangi penggunaan tepung ikan, dengan kandungan nutrien yang lengkap dan kualitas yang baik serta dapat diproduksi dengan kuantitas yang cukup dalam waktu singkat secara berkesinambungan.
Rencana aksi pembangunan budidaya maggot tahun 2020 adalah pembangunan 7 unit model percontohan maggot skala industri di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Sungai Gelam Jambi, Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Mandiangin, Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo dan Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang.
Sejatinya, maggot merupakan organisme yang berasal dari telur Black Soldier Fly (BSF), pada metamorfosis fase kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa yang nantinya akan menjadi BSF dewasa. Maggot dapat diproduksi dengan mudah dan cepat. Panen maggot dapat dilakukan mulai dari usia 10 hari hingga 24 hari, dimana telur Black Soldier Fly (BSF) sudah menetas dan memasuki fase larva yang tumbuh sekitar 15-20 mm hingga sebelum masuk fase pupa.
Slamet menerangkan bahwa maggot dapat diproduksi dalam waktu singkat, maggot dapat tersedia dalam jumlah melimpah dan sepanjang waktu, tidak berbahaya bagi ikan dikarenakan bukan vektor penyakit serta maggot mengandung nutrisi sesuai dengan kebutuhan ikan yakni kandungan protein sebesar 40-48% dan lemak 25-32%.
“Produksi budidaya maggot tidak membutuhkan air, listrik, bahan kimia, dan infrastruktur yang digunakan relatif sederhana, serta maggot mampu mendegradasi limbah organik menjadi material nutrisi lainnya”, terang Slamet.
Keunggulan lain maggot antara lain teknologi produksi maggot dapat diadopsi dengan mudah oleh masyarakat, dan maggot dapat pula diproses menjadi tepung maggot (mag meal) sehingga dapat menekan biaya produksi pakan.
“Melihat potensi yang dimiliki dari produksi budidaya maggot, maka kita perlu pengembangan industri maggot. Pengolahan sampah organik melalui teknologi biokonversi maggot diharapkan juga berperan dalam mengurangi sampah organik dengan cepat serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru dan juga ketersediaan maggot sabagai bahan baku alternatif pakan tersedia sepanjang waktu”, tegas slamet.
Menjadikan maggot sebagai bahan baku alternatif pakan pada budidaya ikan memiliki tantangan. “Dibutuhkan ketekunan juga edukasi terhadap masyarakat terkait sampah organik merupakan sumber material yang masih memiliki nilai manfaat sebagai bahan baku media budidaya maggot, berawal dari sumbernya yaitu rumah tangga, sehingga harus dipilah mana organik dan anorganik. Kualitas maggot tergantung dari bahan baku media budidaya yang digunakan,” ujar Slamet.
Menurut penuturan ketua kelompok pembudidaya ikan leles lestari sekaligus pembudidaya maggot, Yosep Purnama, pakan Ikan yang menggunakan bahan baku tepung maggot sebesar 30-35% terbukti menghasilkan FCR sebesar 0,8 untuk budidaya ikan nila, dan nilai FCR 0,85 - 0.95 untuk budidaya Ikan Mas dan Ikan Gurame.
“Penggunaan tepung maggot dapat menghemat biaya bahan baku pakan ikan sebesar 50-60% melalui Pakan Mandiri berbasis Maggot,” ujar Yosep.
Yosep menambahkan bahwa larva BSF dapat diproses menjadi minyak sebagai pengganti lemak hewani atau minyak ikan dalam pembuatan pakan ikan serta kandungan asam laurat yang tinggi, telah terbukti memiliki sifat antimikroba.
“Pembudidaya Ikan saat ini diberatkan oleh pakan yang mahal. Sehingga harapannya dengan budidaya maggot ini secara masif dan aksesnya mudah didapat baik secara volume maupun kualitas, yang nantinya memudahkan peluang peningkatan nilai tambah dan diharapkan dapat memberikan multiplier effect kepada pembudidaya ikan khususnya secara berkelanjutan serta mendorong pengembangan budidaya perikanan,” harap Slamet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar