Oleh : Muhammad Khotamul Wildan
(Agroteknologi, UPN “Veteran” Jawa Timur)
Jeruk (𝘊𝘪𝘵𝘳𝘶𝘴 sp.) merupakan buah subtropis yang telah dikenal lama di Indonesia. Jeruk banyak digunakan untuk pemberi rasa dan olahan minuman lainnya. Perpaduan rasa asam dan manis membuatnya terasa segar dan banyak diminati oleh masyarakat. Buah ini populer dengan kandungan vitamin C-nya yang baik untuk kesehatan, Tarigan (2017) mengatakan bahwa dalam 100 g buah jeruk terdapat hingga 85,19 mg vitamin C.
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang besar dalam pengembangan buah jeruk. Meskipun jeruk merupakan buah subtropis, namun jeruk mampu dikembangkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Menurut Balitjestro (2015) varietas jeruk yang tumbuh baik di dataran tinggi (800-1200 m dari muka laut ) antara lain : Keprok Batu 55, Keprok Tawangmangu, Keprok Garut, Keprok Soe, Keprok Berastepu, Keprok Kacang, Keprok Pulung, Keprok Gayo, Keprok RGL, Siam Gunung Omeh, Siam Madu, Manis Valensia, Manis Punten, Manis Waturejo, dll. Beberapa varietas jeruk tumbuh baik dan mampu berproduksi pada dataran rendah ( 50-600 m dari muka laut ) antara lain: Siam Pontianak, Siam Banjar, Keprok Terigas, Keprok Madura, Keprok Tejakula, Keprok Selayar, Keprok Siompu, Keprok Borneo Prima, Manis Pacitan, Pamelo Magetan, Pamelo Nambangan, Pamelo Srinyonya, Pamelo Ratu, Pamelo Raja, dan Nipis.
Kendala dalam budidaya jeruk salah satunya adalah serangan hama. Beberapa hama yang sering menyerang antara lain lalat buah, thrips, kutu daun, kutu sisik, dan kutu loncat (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, tth). Serangan hama tersebut dapat menguragi mutu jeruk baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, sehingga perlu dilakukan pengendalian. Selain itu, kendala lain yang harus dihadapi oleh petani adalah harga jeruk yang fluktuatif dan resiko kegagalan panen akibat cuaca.
Pengendalian hama yang banyak dilakukan oleh petani adalah penggunaan pestisida kimiawi. Meskipun pestisida secara cepat dapat menekan serangan hama, namun pengendalian secara kimiawi ini tidaklah baik untuk kesehatan dan lingkungan. Suhartono (2014) penelitian di kota Batu menunjukkan persentase kejadian gondok pada anak balita di daerah yang menggunakan pestisida sebesar 36,4%, dan anak balita yang tinggal di paparan pestisida mempunyai risiko 2,1 kali untuk menderita gondok dibanding anak di daerah non-paparan. Kejadian s𝘵𝘶𝘯𝘵𝘪𝘯𝘨 di daerah paparan (33,3%) lebih tinggi dibanding di daerah non-paparan (17,5%). Ratna 𝑒𝑡 𝑎𝑙. (2009) mengatakan insektisida juga dapat berperan langsung sebagai stimulan reproduksi serangga. Nutrisi tanaman akan mempengaruhi laju makan, keperidian,dan lama hidup (𝘭𝘰𝘯𝘨𝘦𝘷𝘪𝘵𝘺) imago, yang pada akhirnya akan menuju pada resurjensi/ledakan serangga hama. Mempertimbangkan dampak negatif tersebut maka diperlukan alternatif budidaya yang ramah lingkungan.
Solusi untuk mengendalikan tingkat serangan hama adalah dengan menciptakan keseimbangan ekosistem di lahan jeruk. Perkebunan jeruk yang cenderung monokultur akan memudahkan hama jeruk untuk berkembang biak dan menyebabkan resurjensi hama sehingga sulit dikendalikan. Lahan dengan sistem polikultur yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi pada akhirnya juga akan meningkatkan keanekaragaman fauna yang ada. Keanekaragaman ini akan menjaga rantai makanan yang ada di alam sehingga tidak akan terjadi resurjensi dari salah satu jenis populasi tertentu. Hal tersebut dapat menjadikan terwujudnya pertanian yang berlanjut.
Seperti halnya peryataan Subiyakto (2011) dalam Arifin 𝑒𝑡 𝑎𝑙. (2016) resurjensi populasi dapat terjadi jika suatu spesies dimasukkan ke dalam suatu daerah baru, dimana terdapat sumber-sumber yang belum dieksploitir oleh manusia dan tidak ada interaksi negatif, dimana sebenarnya predator dan parasit memainkan peranan dalam menahan peledakan populasi dan memang menekan laju pertumbuhan populasi. Danti 𝑒𝑡 𝑎𝑙. (2018) dalam penelitiannya menunjukkan seluruh Arthropoda pada pertanaman monokultur ditemukan sembilan ordo dan 16 famili, sedangkan pada pertanaman polikultur ditemukan sembilan ordo dan 22 famili. Rata-rata nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, kemerataan dan kekayaan jenis pada pertanaman polikultur lebih tinggi daripada pertanaman monokultur. Keanekaragam dan kekayaan jenis inilah yang akan menjaga agar tidar terjadi resurjensi hama.
Keseimbangan ekosistem di lahan jeruk dapat ditingkatkan dengan penanaman refugia. Refugia adalah berbagai jenis tumbuhan yang dapat mengundang musuh alami, seperti predator dan parasitoid sebagai habitat mikronya sehingga diharapkan dapat mengendalikan hama secara alami. Beberapa contoh tanaman refugia menurut Andayani (2019) adalah bunga matahari (𝘏𝘦𝘭𝘭𝘪𝘢𝘯𝘵𝘶𝘴 𝘢𝘯𝘯𝘶𝘴), kenikir (𝘊𝘰𝘴𝘮𝘰𝘴 𝘤𝘢𝘶𝘥𝘢𝘵𝘶𝘴) dan bunga kertas (𝘡𝘪𝘯𝘯𝘪𝘢 sp.), Babadotan (𝘈𝘨𝘦𝘳𝘢𝘵𝘶𝘮 𝘤𝘰𝘯𝘺𝘻𝘰𝘪𝘥𝘦𝘴), ajeran (𝘉𝘪𝘥𝘦𝘯𝘴 𝘱𝘪𝘭𝘰𝘴𝘢 L.), legetan (𝘚𝘺𝘯𝘦𝘥𝘳𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘯𝘰𝘥𝘺𝘧𝘭𝘰𝘳𝘢), pegagan (𝘊𝘦𝘯𝘵𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘢𝘴𝘪𝘢𝘵𝘪𝘤𝘢), rumput setaria (𝘚𝘦𝘵𝘢𝘳𝘪𝘢 sp.) dan bunga tahi ayam (𝘛𝘢𝘨𝘦𝘵𝘦𝘴 𝘦𝘳𝘦𝘤𝘵𝘢). Kurniawati dan Martono (2015) adanya tumbuhan berbunga akan mengundang berbagai jenis fauna yang dalam ekosistem tersebut memiliki bermacam-macam peran selain sebagai herbivora, misalnya sebagai musuh alami, polinator atau fungsi ekologis lainnya. Keberagaman fauna karena adanya tanaman berbunga akan menyebabkan terbentuknya ekosistem yang lebih stabil, yang pada gilirannya akan menjaga terjadinya keseimbangan rantai makanan dalam ekosistem.
Keberadaan tanaman refugia ini akan meningkatkan keragaman organisme dan serangga terutama ordo Hymenoptera (sejenis tawon, lebah, semut) di lahan jeruk. Hal tersebut dikarenakan tanaman refugia dapat berfungsi sebagai tempat tinggal maupun penyedia makanannya. Keberadaan serangga ordo Hymenoptera di lahan dapat membantu penyerbukan buah jeruk. Selain itu, juga dapat berperan sebagai parasitoid yang dapat memparasit serangga lain sehingga dapat berpotensi dalam menekan serangan hama jeruk. Contoh Hymenoptera parasitoid menurut Wijaya 𝑒𝑡 𝑎𝑙. (2017) adalah dari spesies 𝘖𝘱𝘪𝘶𝘴 sp. dan 𝘉𝘪𝘰𝘴𝘵𝘦𝘳𝘦𝘴 sp..
Optimalisasi dalam budidaya jeruk selanjutnya dapat dilakukan dengan pengembangan lebah madu di lahan Jeruk. Agussalim 𝑒𝑡 𝑎𝑙. (2017) mengatakan jeruk merupakan tanaman yang berbunga musiman sebagai sumber nektar dan polen bagi lebah madu. Ketika mereka berbunga banyak ditemukan tawon, lebah 𝘈𝘱𝘪𝘴 𝘤𝘦𝘳𝘢𝘯𝘢, 𝘈. 𝘮𝘦𝘭𝘭𝘪𝘦𝘧𝘦𝘳𝘢, dan 𝘛𝘳𝘪𝘨𝘰𝘯𝘢 sp. yang mengumpulkan nektar dan polen, sehingga dapat meningkatkan produksi buah tanaman tersebut.
Adanya tanaman jeruk serta refugia di lahan dapat dimanfaatkan lebah madu untuk mengambil nektar/polen. Jeruk merupakan tanaman musiman sehingga hanya mampu menyediakan makanan bagi lebah madu di waktu tertentu. Keberadaan refugia ini dapat menjadi pakan alternatif yang tidak kenal musim, sehingga akan mendukung usaha pengembangan lebah madu. Selain itu, keberadaan lebah madu di lahan diharapkan mampu meningkatkan penyerbukan tanaman jeruk sehingga mampu meningkatkan persentase bunga yang menjadi buah.
Madu memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan harga relatif stabil. Lebah madu di lahan jeruk ini dapat menambah penghasilan, terutama saat jeruk belum musim panen, serta dapat meminimalisir kerugian apabila harga jeruk turun dan gagal panen. Keberadaan refugia dan lebah madu dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk wisatawan, sehingga perkebunan jeruk juga dapat dimanfaatkan sebagai kawasan agrowisata dan edukasi yang tentunya lebih menguntungkan dibandingkang perkebunan jeruk konvensional.
Penanaman refugia dapat dilakukan dengan menanam kaliandra, bunga soka, matahari, kenikir, dan kertas. Tanaman kaliandra dan bunga soka merupakan tanaman yang memiliki umur panjang sehingga dapat menyediakan nektar/polen secara terus-menerus, sementara itu bunga matahari, kenikir, dan kertas adalah tanaman semusim sebagai tambahan pakan untuk lebah madu dan meningkatkan keanekaragaman hayati. Adapun sistem penanaman refugia dilakukan dengan menanamnya sebagai 𝘣𝘰𝘳𝘥𝘦𝘳 (pembatas) dan diantara tanaman jeruk dengan luas 1-1,5 m², sementara itu stup (kotak lebah madu) diletakkan secara menyebar diantara tanaman jeruk (𝘎𝘢𝘮𝘣𝘢𝘳 1.).
Jeruk merupakan komoditas yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Pengembangan sistem refugia dan lebah madu di lahan jeruk akan menjaga kestabilan ekosistem dan dapat dimanfaatkan untuk agrowisata. Keberadaan refugia berfungsi untuk meminimalisir serangan hama dengan mengundang musuh alami (predator dan parasitoid), selain itu juga dapat digunakan sebagai pakan lebah madu., sementara itu lebah madu dapat dimanfaatkan sebagai penghasilan tambahan dan meminimalisir apabila terjadi kerugian pada panen jeruk. Oleh karena itu, pengembagan sistem refugia dan lebah madu dalam budidaya jeruk ini dapat memberikan keuntungan secara optimal, baik secara ekologis maupun ekonomis. [Jestro2020]
Read more http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/refugia-jeruk/
(Agroteknologi, UPN “Veteran” Jawa Timur)
Jeruk (𝘊𝘪𝘵𝘳𝘶𝘴 sp.) merupakan buah subtropis yang telah dikenal lama di Indonesia. Jeruk banyak digunakan untuk pemberi rasa dan olahan minuman lainnya. Perpaduan rasa asam dan manis membuatnya terasa segar dan banyak diminati oleh masyarakat. Buah ini populer dengan kandungan vitamin C-nya yang baik untuk kesehatan, Tarigan (2017) mengatakan bahwa dalam 100 g buah jeruk terdapat hingga 85,19 mg vitamin C.
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang besar dalam pengembangan buah jeruk. Meskipun jeruk merupakan buah subtropis, namun jeruk mampu dikembangkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Menurut Balitjestro (2015) varietas jeruk yang tumbuh baik di dataran tinggi (800-1200 m dari muka laut ) antara lain : Keprok Batu 55, Keprok Tawangmangu, Keprok Garut, Keprok Soe, Keprok Berastepu, Keprok Kacang, Keprok Pulung, Keprok Gayo, Keprok RGL, Siam Gunung Omeh, Siam Madu, Manis Valensia, Manis Punten, Manis Waturejo, dll. Beberapa varietas jeruk tumbuh baik dan mampu berproduksi pada dataran rendah ( 50-600 m dari muka laut ) antara lain: Siam Pontianak, Siam Banjar, Keprok Terigas, Keprok Madura, Keprok Tejakula, Keprok Selayar, Keprok Siompu, Keprok Borneo Prima, Manis Pacitan, Pamelo Magetan, Pamelo Nambangan, Pamelo Srinyonya, Pamelo Ratu, Pamelo Raja, dan Nipis.
Kendala dalam budidaya jeruk salah satunya adalah serangan hama. Beberapa hama yang sering menyerang antara lain lalat buah, thrips, kutu daun, kutu sisik, dan kutu loncat (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, tth). Serangan hama tersebut dapat menguragi mutu jeruk baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, sehingga perlu dilakukan pengendalian. Selain itu, kendala lain yang harus dihadapi oleh petani adalah harga jeruk yang fluktuatif dan resiko kegagalan panen akibat cuaca.
Pengendalian hama yang banyak dilakukan oleh petani adalah penggunaan pestisida kimiawi. Meskipun pestisida secara cepat dapat menekan serangan hama, namun pengendalian secara kimiawi ini tidaklah baik untuk kesehatan dan lingkungan. Suhartono (2014) penelitian di kota Batu menunjukkan persentase kejadian gondok pada anak balita di daerah yang menggunakan pestisida sebesar 36,4%, dan anak balita yang tinggal di paparan pestisida mempunyai risiko 2,1 kali untuk menderita gondok dibanding anak di daerah non-paparan. Kejadian s𝘵𝘶𝘯𝘵𝘪𝘯𝘨 di daerah paparan (33,3%) lebih tinggi dibanding di daerah non-paparan (17,5%). Ratna 𝑒𝑡 𝑎𝑙. (2009) mengatakan insektisida juga dapat berperan langsung sebagai stimulan reproduksi serangga. Nutrisi tanaman akan mempengaruhi laju makan, keperidian,dan lama hidup (𝘭𝘰𝘯𝘨𝘦𝘷𝘪𝘵𝘺) imago, yang pada akhirnya akan menuju pada resurjensi/ledakan serangga hama. Mempertimbangkan dampak negatif tersebut maka diperlukan alternatif budidaya yang ramah lingkungan.
Solusi untuk mengendalikan tingkat serangan hama adalah dengan menciptakan keseimbangan ekosistem di lahan jeruk. Perkebunan jeruk yang cenderung monokultur akan memudahkan hama jeruk untuk berkembang biak dan menyebabkan resurjensi hama sehingga sulit dikendalikan. Lahan dengan sistem polikultur yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi pada akhirnya juga akan meningkatkan keanekaragaman fauna yang ada. Keanekaragaman ini akan menjaga rantai makanan yang ada di alam sehingga tidak akan terjadi resurjensi dari salah satu jenis populasi tertentu. Hal tersebut dapat menjadikan terwujudnya pertanian yang berlanjut.
Seperti halnya peryataan Subiyakto (2011) dalam Arifin 𝑒𝑡 𝑎𝑙. (2016) resurjensi populasi dapat terjadi jika suatu spesies dimasukkan ke dalam suatu daerah baru, dimana terdapat sumber-sumber yang belum dieksploitir oleh manusia dan tidak ada interaksi negatif, dimana sebenarnya predator dan parasit memainkan peranan dalam menahan peledakan populasi dan memang menekan laju pertumbuhan populasi. Danti 𝑒𝑡 𝑎𝑙. (2018) dalam penelitiannya menunjukkan seluruh Arthropoda pada pertanaman monokultur ditemukan sembilan ordo dan 16 famili, sedangkan pada pertanaman polikultur ditemukan sembilan ordo dan 22 famili. Rata-rata nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, kemerataan dan kekayaan jenis pada pertanaman polikultur lebih tinggi daripada pertanaman monokultur. Keanekaragam dan kekayaan jenis inilah yang akan menjaga agar tidar terjadi resurjensi hama.
Keseimbangan ekosistem di lahan jeruk dapat ditingkatkan dengan penanaman refugia. Refugia adalah berbagai jenis tumbuhan yang dapat mengundang musuh alami, seperti predator dan parasitoid sebagai habitat mikronya sehingga diharapkan dapat mengendalikan hama secara alami. Beberapa contoh tanaman refugia menurut Andayani (2019) adalah bunga matahari (𝘏𝘦𝘭𝘭𝘪𝘢𝘯𝘵𝘶𝘴 𝘢𝘯𝘯𝘶𝘴), kenikir (𝘊𝘰𝘴𝘮𝘰𝘴 𝘤𝘢𝘶𝘥𝘢𝘵𝘶𝘴) dan bunga kertas (𝘡𝘪𝘯𝘯𝘪𝘢 sp.), Babadotan (𝘈𝘨𝘦𝘳𝘢𝘵𝘶𝘮 𝘤𝘰𝘯𝘺𝘻𝘰𝘪𝘥𝘦𝘴), ajeran (𝘉𝘪𝘥𝘦𝘯𝘴 𝘱𝘪𝘭𝘰𝘴𝘢 L.), legetan (𝘚𝘺𝘯𝘦𝘥𝘳𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘯𝘰𝘥𝘺𝘧𝘭𝘰𝘳𝘢), pegagan (𝘊𝘦𝘯𝘵𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘢𝘴𝘪𝘢𝘵𝘪𝘤𝘢), rumput setaria (𝘚𝘦𝘵𝘢𝘳𝘪𝘢 sp.) dan bunga tahi ayam (𝘛𝘢𝘨𝘦𝘵𝘦𝘴 𝘦𝘳𝘦𝘤𝘵𝘢). Kurniawati dan Martono (2015) adanya tumbuhan berbunga akan mengundang berbagai jenis fauna yang dalam ekosistem tersebut memiliki bermacam-macam peran selain sebagai herbivora, misalnya sebagai musuh alami, polinator atau fungsi ekologis lainnya. Keberagaman fauna karena adanya tanaman berbunga akan menyebabkan terbentuknya ekosistem yang lebih stabil, yang pada gilirannya akan menjaga terjadinya keseimbangan rantai makanan dalam ekosistem.
Keberadaan tanaman refugia ini akan meningkatkan keragaman organisme dan serangga terutama ordo Hymenoptera (sejenis tawon, lebah, semut) di lahan jeruk. Hal tersebut dikarenakan tanaman refugia dapat berfungsi sebagai tempat tinggal maupun penyedia makanannya. Keberadaan serangga ordo Hymenoptera di lahan dapat membantu penyerbukan buah jeruk. Selain itu, juga dapat berperan sebagai parasitoid yang dapat memparasit serangga lain sehingga dapat berpotensi dalam menekan serangan hama jeruk. Contoh Hymenoptera parasitoid menurut Wijaya 𝑒𝑡 𝑎𝑙. (2017) adalah dari spesies 𝘖𝘱𝘪𝘶𝘴 sp. dan 𝘉𝘪𝘰𝘴𝘵𝘦𝘳𝘦𝘴 sp..
Optimalisasi dalam budidaya jeruk selanjutnya dapat dilakukan dengan pengembangan lebah madu di lahan Jeruk. Agussalim 𝑒𝑡 𝑎𝑙. (2017) mengatakan jeruk merupakan tanaman yang berbunga musiman sebagai sumber nektar dan polen bagi lebah madu. Ketika mereka berbunga banyak ditemukan tawon, lebah 𝘈𝘱𝘪𝘴 𝘤𝘦𝘳𝘢𝘯𝘢, 𝘈. 𝘮𝘦𝘭𝘭𝘪𝘦𝘧𝘦𝘳𝘢, dan 𝘛𝘳𝘪𝘨𝘰𝘯𝘢 sp. yang mengumpulkan nektar dan polen, sehingga dapat meningkatkan produksi buah tanaman tersebut.
Adanya tanaman jeruk serta refugia di lahan dapat dimanfaatkan lebah madu untuk mengambil nektar/polen. Jeruk merupakan tanaman musiman sehingga hanya mampu menyediakan makanan bagi lebah madu di waktu tertentu. Keberadaan refugia ini dapat menjadi pakan alternatif yang tidak kenal musim, sehingga akan mendukung usaha pengembangan lebah madu. Selain itu, keberadaan lebah madu di lahan diharapkan mampu meningkatkan penyerbukan tanaman jeruk sehingga mampu meningkatkan persentase bunga yang menjadi buah.
Madu memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan harga relatif stabil. Lebah madu di lahan jeruk ini dapat menambah penghasilan, terutama saat jeruk belum musim panen, serta dapat meminimalisir kerugian apabila harga jeruk turun dan gagal panen. Keberadaan refugia dan lebah madu dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk wisatawan, sehingga perkebunan jeruk juga dapat dimanfaatkan sebagai kawasan agrowisata dan edukasi yang tentunya lebih menguntungkan dibandingkang perkebunan jeruk konvensional.
Penanaman refugia dapat dilakukan dengan menanam kaliandra, bunga soka, matahari, kenikir, dan kertas. Tanaman kaliandra dan bunga soka merupakan tanaman yang memiliki umur panjang sehingga dapat menyediakan nektar/polen secara terus-menerus, sementara itu bunga matahari, kenikir, dan kertas adalah tanaman semusim sebagai tambahan pakan untuk lebah madu dan meningkatkan keanekaragaman hayati. Adapun sistem penanaman refugia dilakukan dengan menanamnya sebagai 𝘣𝘰𝘳𝘥𝘦𝘳 (pembatas) dan diantara tanaman jeruk dengan luas 1-1,5 m², sementara itu stup (kotak lebah madu) diletakkan secara menyebar diantara tanaman jeruk (𝘎𝘢𝘮𝘣𝘢𝘳 1.).
Jeruk merupakan komoditas yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Pengembangan sistem refugia dan lebah madu di lahan jeruk akan menjaga kestabilan ekosistem dan dapat dimanfaatkan untuk agrowisata. Keberadaan refugia berfungsi untuk meminimalisir serangan hama dengan mengundang musuh alami (predator dan parasitoid), selain itu juga dapat digunakan sebagai pakan lebah madu., sementara itu lebah madu dapat dimanfaatkan sebagai penghasilan tambahan dan meminimalisir apabila terjadi kerugian pada panen jeruk. Oleh karena itu, pengembagan sistem refugia dan lebah madu dalam budidaya jeruk ini dapat memberikan keuntungan secara optimal, baik secara ekologis maupun ekonomis. [Jestro2020]
Read more http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/refugia-jeruk/